Tag

, , ,

Latar belakang

Sebagaimana telah disebutkan dalam artikel terdahulu mengenai Surat Kuasa Khusus, seorang Advokat sebelum membuat surat kuasa khusus, harus memperhatikan beberapa hal yang sangat penting sebagai suatu syarat sahnya surat kuasa khusus tersebut. Sejenak terlihat sepele, namun syarat ini dapat mempengaruhi sah atau tidaknya secara formil suatu pemberian kuasa khusus dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa di dalam proses pemeriksaan perkara di persidangan.

Syarat dan Formulasi Surat Kuasa Khusus

Pasal 123 ayat (1) HIR hanya menyebutkan tentang syarat pokok saja, yaitu kuasa khusus berbentuk tertulis atau akta yang biasa disebut surat kuasa khusus. Hal inilah yang menyebabkan di masa lalu surat kuasa khusus dibuat sangat sederhana sekali karena cukup berisi pernyataan penunjukan kuasa dari pemberi kuasa yang berisikan formulasi “memberikan kuasa kepada seseorang untuk mewakili pemberi kuasa menghadap di semua pengadilan”.

Oleh karenanya, dengan berjalannya waktu diperlukan penyempurnaan yang benar-benar berciri surat kuasa khusus, yang dapat membedakannya dengan surat kuasa umum. Penyempurnaan  dan perbaikan itu, dilakukan Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (“SEMA”), yaitu diantaranya : (i) SEMA Nomor 2 Tahun 1959, tanggal 19 Januari 1959; (ii) SEMA Nomor 5 Tahun 1962, tanggal 30 Juli 1962; (iii) SEMA Nomor 01 Tahun 1971, tanggal 23 Januari 1971; dan (iv) SEMA Nomor 6 Tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994.

Berdasarkan ke-4 SEMA tersebut diatas, maka secara garis besar syarat-syarat dan formulasi Surat Kuasa Khusus adalah :

  1. Menyebutkan dengan jelas dan spesifik surat kuasa, untuk berperan di pengadilan;
  2. Menyebutkan kompetensi relatif, pada Pengadilan Negeri mana kuasa itu dipergunakan mewakili kepentingan pemberi kuasa;
  3. Menyebutkan identitas dan kedudukan para pihak (sebagai penggugat dan tergugat);
  4. Menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok dan obyek sengketa yang diperkarakan antara pihak yang berperkara. Paling tidak, menyebutkan jenis masalah perkaranya.

Syarat sebagaimana dimaksud diatas bersifat kumulatif, sehingga bila salah satu syarat tidak dipenuhi mengakibatkan kuasa tidak sah. Dengan kata lain, surat kuasa khusus cacat formil.

Selanjutnya, apabila ternyata surat kuasa khusus tersebut terdapat kekurangan dalam syarat-syaratnya, maka Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tidak dibenarkan lagi untuk memberi kesempatan perbaikan kepada salah satu pihak berperkara berdasarkan SEMA Nomor 01 Tahun 1971.

Berdasarkan Materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Peradi Tahun 2012, maka ada 19 komponen dalam Surat Kuasa, yaitu:

  1. Mencantumkan judul “Surat Kuasa” atau “Surat Kuasa Khusus”
  2. Menjelaskan identitas Pemberi Kuasa (nama & alamat yang jelas)
  3. Menyebutkan “Penyebutan sebagai Pemberi Kuasa”
  4. Menegaskan pemilihan domisili hukum oleh Pemberi Kuasa
  5. Menyebutkan nama penerima kuasas (dalam kasus ada 2 orang)
  6. Menegaskan darimana penerima kuasa (sebagai advokat dari kantor hukum mana)
  7. Penegasan tentang bertindak “sendiri-sendiri” atau “bersama-sama”
  8. Menegaskan “penyebutan sebagai penerima kuasa”
  9. Penyebutan kata-kata “KHUSUS
  10. Menegaskan tujuan pemberian bahwa kuasa untuk mewakili/kuasa untuk apa (dalam kasus “mengajukan gugatan”)
  11. Menegaskan pengadilan negeri mana
  12. Mencantumkan identitas calon tergugat (nama & alamat)
  13. Kasus tentang apa (wanprestasi dalam perjanjian jual beli)
  14. Mencantumkan penyebutan “Hak Subtitusi
  15. Mencamtumkan perihal “Hak Retensi
  16. Tanggal pemberian kuasa
  17. Kolom/tanda tangan penerima kuasa
  18. Kolom/tanda tangan pemberi kuasa
  19. Penempatan materai (dituliskan Rp 6000)

Sumber:

  1. Materi PKPA
  2. www.hukumacaraperdata.com

Download contoh SURAT KUASA